Lebaran biasanya dimanfaatkan warga Ibu Kota dan sekitarnya untuk mudik ke kampung halaman. Namun, sebagian warga dari Jawa Tengah dan Jawa Barat rela tak ikut merayakan Lebaran demi mencari tambahan penghasilan sebagai pembantu infal. Mereka bekerja untuk menggantikan asisten rumah tangga yang mudik.
Sakinah (48), perempuan asal Cirebon, Jawa Barat, baru saja tiba di sebuah yayasan, agen penyalur pembantu infal di Jakarta Barat, Kamis (26/6). Sakinah berniat mencari kerja merawat orang jompo selama Lebaran.
Ia pergi ke Jakarta naik bus dengan membayar biaya tiket Rp 60.000. Tahun ini merupakan tahun pertama Sakinah melamar sebagai pembantu infal.
"Anak saya yang paling kecil mau masuk SMK (sekolah menengah kejuruan). Dia butuh uang Rp 1,5 juta untuk biaya pendaftaran," ujar Sakinah yang mengaku sudah lama ditinggal kabur suaminya.
Dengan bekerja sebagai pembantu infal, Sakinah bisa mengumpulkan uang Rp 200.000 - Rp 300.000 per hari. Itu merupakan tarif resmi yang dipatok Yayasan.
Sebelum ditempatkan, Sakinah bisa menumpang tidur di kantor yayasan. Di ruangan berukuran sekitar 4 meter x 4 meter, Sakinah berbagi kamar dengan pelamar lain. Mereka tidur beralaskan karpet dan tikar. Tidak ada lemari. Baju-baju mereka hanya digantung di tembok.
Bagi Sakinah, merawat orang jompo bukanlah hal baru. Sebelumnya, ia pernah bekerja merawat orang lansia selama beberapa tahun di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
"Rencana mau cari pekerjaan infal selama satu bulan. Kalau ada yang mau mempekerjakan lebih lama, saya juga mau, "tutur Sakinah.
Ningsih (23), perempuan asal Cianjur, Jawa Barat, datang melamar sebagi pembantu infal untuk menambah penghasilan . Sehari-hari, ia hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Terkadang, ia membantu suami menjahit pakaian. Pendapatan suaminya sebagai penjahit sekitar Rp 1 juta per bulan. "Lumayan utnuk isi-isi (membeli) perabot rumah tangga," ujar Ningsih mengenai penghasilannya menjadi pembantu infal.
Ningsih datang ke Jakarta atas rekomendasi teman. Dia datang dengan menumpang bus dan membayar tiket Rp 30.000. Ia berencana mengambil pekerjaan hinggan H + 7 Lebaran. Setelah itu, ia akan kembali ke kampung halaman.
Melatih dan menyalurkan
Pemilik yayasan mengatakan, yayasan itu ia dirikan pada 1997 sebagai lembaga pelatihan kerja (LPK). Ia melatih calon pekerja asisten rumah tangga, baby sitter, dan pengasuh orang lansia. Setiap tahun, ia juga menyalurkan 200-300 pembantu infal ke seluruh penjuru Jakarta.
"Kebutuhan pembantu infal setiap tahun biasanya 700-800 orang. Namun, tahun ini kami hanya bisa menyalurkan 200-300 pekerjai," ungkapnya.
Yayasan bisa melatih 48 orang sekali angkatan. Jumlah tenaga pengajar empat orang. Selain materi pelatihan, alat peraga berupa boneka bayi, kursi roda, dan beberapa peralatan lain juga disediakan.
Pemilik mengklaim, yayasan miliknya melindungi karyawan jika terjadi permasalahan dengan majikan, seperti gaji yang tidak dibayarkan majikan atau pembantu mendapatkan perlakuan kasar dari majikan. Yayasan akan bertnaggung jawab dan mengurus permasalahan itu sampai tuntas.
"Kalau usaha dari kami tidak berhasil, kami akan meminta bantuan dari Asosiasi Pelatihan dan Penempatan Pekerja Rumah Tangga Seluruh Indonesia (APPSI)," ujarnya.
Denyut kehidupan di Jakarta tidak pernah berhenti. Bahkan, ketika sebagian besar pekerja mudik dan beristirahat dari kesibukan rutin, sebagian orang memilih menjadi pekerja musiman yang datang untuk mengasi rezeki di Ibu Kota.
(DIAN DEWI PURNAMASARI)